JAKARTA-Marak money londry tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai hasil dari tindak pidana penjualan orang (TPPO) ke banyak bisnis yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat seperti kuliner kelas menengah, pendidikan, kesehatan, property sampai bisnis pertambangan dan energi terbarukan.
Modus canggih dari pengelabuan dengan teknik canggih memutar modal dari kejahatan yang merendahkan harkat martabat manusia. Putaran modal itu lalu diformulasi menjadi tindakan seakan bisnis yang tumbuh normal seperti umumnya. Ternyata, hasil kejahatan itu sangat luar biasa bisa signifikan mempengaruhi perputaran uang di Indonesia.
Sekretaris pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus menyebutkan kalau uang-uang hitam yang bersumber atau terkait dengan defenisi setara (TPPO) dalam kerangka bisnis pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) ternyata kemudian dikelola dengan cara sedemikian rupa ke dalam bisnis yang berkembang seperti umumnya. Bisnis-bisnis itu telah menjadi wadah TPPU yang sangat masif di negeri ini.
“Negara peminat tenaga kerja Indonesia yang berasal dari Timur Tengah dan atau sebagian Asia dengan berbagai cara terus mempengaruhi korporasi pengirim PMI yang dikenal dengan perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) bersama asosiasi mereka,”ucapnya.
Hal itu sudah nyaris 15 tahun terakhir dikonsolidasikan oleh seseorang berinisial AUB yang berhasil menggerakkan kinerja sesuatu asosiasi tertentu untuk mewujudkan harapan dari badan hukum atau organisasi yang terafiliasi dengan institusi negara peminat tersebut. “Sehingga komplotan itu bisa sampai angka agregat 27 juta kali melakukan pengiriman PMI ke negara yang termoratorium,”urai Iskandar.
Salah satu cara itu adalah dengan kewajiban pengalokasian 4000 s/d 5000 USD perorang calon PMI (saat ini singkatan PMI sedang diwacanakan sebagai pekerja migran (PM) yang didapat dari peminat asal Timur Tengah. “Bahkan saat ditetapkan moratorium/penundaan pengiriman PMI, ternyata tetap saja tenaga kerja kita pergi ke negara termoratorium secara masif dan konsisten,” lugasnya.
Kewajiban atas uang itu dikirim ke rekening korporasi dan atau individu yang terafiliasi pada sesuatu asosiasi PJTKI pengirim PMI.
Tidak diketahui bagaimana sesungguhnya fungsi uang itu dalam kaitan kontrak keberangkatan PMI, Sebab senyatanya hanya dikisaran maksimal Rp 5.000.000 atau setara 333 USD saja yang diterima oleh calon PMI. Lalu sisanya kemana? Ideal sekali jika kondisi itu ditelusuri oleh PPATK.
Mereka sebaiknya mulai menelusuri seluruh rekening dan transaksi terafiliasi PJTKI terbesar pengirim PMI. Contohnya seperti PT ABS dimana pengendalinya berinisial N; PT ASR dikendakikan individual berinisial M dan PT HKN terkonsolidasi dengan individual berinisial R.
“Kami yakin rekening-rekening mereka itu dan atau keluarga besar individual terdampak manfaat korporasi tersebut akan sangat mudah dideteksi PPATK sebagai rekening penampung uang hitam,” timpal dia,”usutnya.
Selain untuk keluarga calon PMI, ternyata sisa terbesar dari uang itu yakni sekitar 90% malah alokasi peredarannya adalah kepada Sponsor yang menggerakkan banyak individu yang disebut Pembantu Lapangan (PL) untuk menjaring calon PMI dari berbagai daerah.
“Lalu PL membawa calon PMI itu diantar ke Sponsor lantas ke PJTKI. PMI itu umumnya diwajibkan untuk membawa persetujuan suami/istri yang diketahui RT/RW/Kades/Camat. Selanjutnya sponsor mendaftarkan calon PMI yang dibawa oleh PL ke PJTKI untuk ditampung atau tidak ditampung,”katanya.
Guna menenuhi persyaratan maka dilakukan pemeriksaan kesehatan calon PMI difasilitasi oleh PJTKI ke klinik kesehatan/sarana pelayanan kesehatan yang umumnya merupakan partner/terafiliasi dengan PJTKI.
“Sarana pelayanan kesehatan/klinik yang sangat kerap melakukannya yakni seperti klinik B melakukan pemeriksaan fisik bagi calon PMI. Klinik ini terbukti pernah diperiksa oleh Bidang Yankes Dinas Kesehatan Pemprov DKI Jakarta. Ada klinik ZZ yang pernah mengeluarkan rekam medis bagi calon PMI yang dikirim oleh agen penyalur ilegal ke sejumlah negara Timur Tengah pernah diperiksa Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri serta klinik utama HM yang terafiliasi dengan inisial M,” urai pria itu.
Dari fase itu kemudian dilakukan pembuatan paspor dengan melampirkan KK, KTP, akta kelahiran/ijazah PMI oleh PJTKI ke Imigrasi. “Fakta umum bahwa data-data, bahkan KTP elektronik bisa dipalsu. Oknum Imigrasi masih bisa membobol sistim penerbitan paspor,” jelasnya. (kaz)