Berita Terbaru

LKBB Kartanegara 2025: Sukses, dan Siap Lebih Meriah Tahun Depan! Pemkab Kukar Komitmen Tindaklanjuti Rekomendasi DPRD atas LKPJ APBD 2024 PANSUS LKPJ Rekomendasikan Perbaikan Jalan Tembus Santan Ulu Ke Santan Ilir

Tak Sampai 50 Meter, FAM Kaltim Demo Polres Kukar

TENGGARONG, perspektif.info – Jika sebelumnya pernah ada WC (toilet) warga di Loa Kulu yang nyaris longsor akibat aktivitas tambang Batu Bara. Kali ini jauh lebih parah galian ekskavator “emas hitam” tersebut sangat dekat dengan objek vital nasional Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
Padahal objek vital di Jalan Melati L1 Kelurahan Bukit Raya, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) ini salah satu yang dilindungi keberadaannya sesuai peraturan menteri ESDM.

Lokasi Dugaan Aktifitas Galian Tambang Ilegal Dekat Dari Pemukiman


Aktivitas tambang luar itu memicu Front Aksi Mahasiswa (FAM) Kaltim bergerak dan menggelar aksi demo damai di kantor Polres Kukar, dan meminta kepada Kapolres Kutai Kartanegara agar menindak adanya dugaan pertambangan yang berpotensi merugikan orang banyak. “Sejak UU 23 tahun 2014, kewenangan daerah untuk menerbitkan izin untuk melakukan tata kelola penambangan dalam hal ini kewenangan tersebut diberikan ke kabupaten, namun saat ini tambang ilegal jauh lebih parah dan marak terjadi,” ucap Koordinator Lapangan FAM Kaltim Nazaruddin, pada Kamis (21/9/2023).
Persoalan klasik di “Benua Etam” ini belum ingin berhenti, dan lemahnya pengawasan serta penindakan oleh aparat hukum, seakan memperparah praktik tambang ilegal ini. “Seakan–akan ada konspirasi besar yang membuat emas hitam hasil dari tambang illegal ini bisa lolos dengan mudah,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa berdasarkan data yang  dihimpun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari data yang diperoleh pihaknya kerugian negara akibat penambangan batu bara ilegal di Indonesia, mencapai Rp 40 triliun per tahun. “Nilai itu belum termasuk kerugian lingkungan, karena aktivitas pertambangan ilegal tidak memiliki tanggung jawab mereklamasi lahanlahan, ” jelasnya.
Masalah yang muncul kemudian, ketika lahan bekas tambang ilegal itu direklamasi, uang negara yang akan dipakai. “Ini masalah klasik yang berulang kali terulang,” ujarnya.
Uang negara juga akan dipakai kalau ada jalan yang longsor atau menara SUTET ini roboh. Nazaruddin khawatir akan berdampak terhadap pondasi dari manara tersebut. “Jarak pengerukan yang dilakukan oleh alat ekskavator tersebut tak sampai 50 meter,” jelasnya.
Pihak mahasiswa yang tergabung dalam FAM Kaltim tidak menginginkan kejadian seperti di Dondang Muara Jawa yang dimana adanya aktivitas yang akhirnya merugikan masyarakat.
“Kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh pertambangan ilegal berpotensi menimbulkan dampak karena tidak ada mekanisme reklamasi dan pengelolaan limbah serta ada potensi banjir, longsor, hingga mengurangi kesuburan tanah,”
Nazaruddin menjelaskan pula bahwa, Pertambangan ilegal jelas bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batu Bara. Yang dimana di pasal 158 sangat jelas menyebutkan, bahwa setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar rupiah.  (ai)