
TENGGARONG– Pemerintah Desa Prangat Selatan, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, menetapkan pelayanan dasar air minum bersih sebagai program prioritas dalam pembangunan desa tahun ini. Kebijakan tersebut diambil sebagai jawaban atas kebutuhan krusial warga yang selama ini belum sepenuhnya memperoleh akses air bersih secara merata.
Kepala Desa Prangat Selatan, Sarkono, menjelaskan bahwa upaya penyediaan air bersih terus diperluas dengan target menjangkau seluruh kepala keluarga (KK) di wilayahnya. Dari total 650 KK, sebanyak 525 KK telah terlayani melalui sistem distribusi air bersih yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Sisahnya akan kami selesaikan tahun ini,” ujar Sarkono melalui sambungan telepon seluler, Kamis, 17 April 2025.
Pemerintah desa, lanjut Sarkono, tidak bekerja sendiri dalam merealisasikan program ini. Dukungan finansial datang dari Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara melalui skema Bantuan Keuangan Khusus Desa (BKKD). Dana tersebut dimanfaatkan secara khusus untuk pembangunan sarana dan prasarana air bersih yang menunjang kebutuhan dasar masyarakat serta memperkuat infrastruktur desa secara keseluruhan.
Fasilitas air bersih yang dibangun tidak hanya menjadi simbol komitmen pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan publik, tetapi juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang menuju kemandirian. Sistem pengelolaan yang diserahkan kepada BUMDes dimaksudkan untuk menciptakan keberlanjutan layanan sekaligus membuka peluang penguatan ekonomi lokal.
Fasilitas air bersih ini sendiri telah diresmikan oleh Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah, pada 26 Maret 2024 lalu, sebagai bentuk dukungan langsung dari pemerintah kabupaten terhadap inisiatif desa dalam memperbaiki layanan dasar.
Selama ini, keterbatasan akses terhadap air bersih menjadi keluhan utama warga, terlebih saat musim kemarau tiba dan memperparah kondisi. Dengan adanya program ini, pemerintah desa berharap bisa menutup celah kesenjangan layanan dasar tersebut.
Sarkono menegaskan bahwa penyediaan air bersih dipandang bukan semata sebagai kewajiban administratif, melainkan sebagai investasi sosial yang bernilai tinggi bagi kualitas hidup masyarakat.
“Dengan melibatkan BUMDes dalam pengelolaannya, desa tidak hanya menyasar pemerataan layanan, tapi juga memperkuat ekonomi lokal melalui sistem usaha yang berbasis pelayanan,” tuturnya.
Untuk memastikan kelancaran dan efektivitas program, monitoring serta evaluasi dilakukan secara berkala oleh tim desa dan pemerintah kabupaten. Dengan cakupan layanan yang telah mencapai 80 persen pada awal 2025, pihak desa optimistis target 100 persen dapat diraih sebelum tahun ini berakhir. (adv/mat)