Berita Terbaru

Kukar Perangi Sampah Plastik: Tiga Tahun Komitmen Nyata DPU Kukar Akan Benahi Kawasan Pujasera Tenggarong DPMD Kukar Jamin Transparansi dan Profesionalisme Rekrutmen Perangkat Desa

TENGGARONG-Kecamatan Sebulu di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) sedang berupaya membentuk desa budaya yang tidak hanya berfokus pada simbol, tetapi juga pada pelestarian budaya yang hidup dan dapat ditampilkan secara nyata kepada masyarakat.

Camat Sebulu Edy Fachruddin menegaskan pentingnya budaya yang terlihat dalam setiap kegiatan masyarakat.

“Pembentukan desa budaya tidak bisa dilepaskan dari kehadiran budaya yang hidup dan dapat ditampilkan kepada masyarakat luas. Kami terus mengupayakan bahwa terbentuknya desa budaya ini artinya harus ada budaya yang kita tampilkan,” kata Edy kepada wartawan usai menghadiri Musrembang RKPD Kukar pada Selasa, 22 April 2025.

Edy menjelaskan bahwa di Desa Lekaq Kidau, yang berada di Kecamatan Sebulu, masih merawat ritual adat syukuran hasil panen yang disebut Mencaq Undat. Ritual ini bukan sekadar perayaan, tetapi bentuk penghormatan terhadap alam dan rasa syukur atas hasil pertanian yang melimpah.

Namun, pelestarian budaya ini dihadapkan pada kendala utama berupa keterbatasan anggaran. “Untuk melaksanakan budaya seperti Legah Kita itu biayanya besar,” ujar Edy.

Sebagai upaya konkret untuk mengatasi masalah ini, pihak kecamatan telah merencanakan agar kegiatan budaya seperti ritual adat dimasukkan dalam agenda tahunan.

Namun, Edy mengakui bahwa koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan masih perlu ditingkatkan.

“Ini rencananya masuk dalam agenda Iven tahunan tapi belum komunikasikan dengan baik dengan stakeholder terkait,” tambahnya.

Selain ritual adat, Edy juga menyoroti pentingnya rumah adat sebagai simbol budaya dan pusat kegiatan masyarakat adat di Sebulu.

“Salah satu aset budaya di Kecamatan Sebulu adalah rumah adat. Karena di sana kuat sekali terkait adat. Kita sudah usulkan untuk perbaikan atapnya dan pengecatan,” ujarnya.

Meski demikian, kondisi akses menuju rumah adat tersebut masih menjadi kendala utama. Jalan yang belum memadai menyulitkan warga maupun wisatawan yang ingin mengunjungi kawasan tersebut.

Edy menegaskan, sebelum meningkatkan aktivitas budaya, akses jalan harus diperbaiki agar lebih nyaman.

“Tapi sebelumnya kita harus perbaiki akses jalan sehingga orang lintas dengan nyaman,” jelasnya.

Edy berharap dukungan dari pemerintah kabupaten dan provinsi untuk memperhatikan pengembangan infrastruktur yang mendukung kawasan budaya di Sebulu. Menurutnya, desa budaya bukan hanya sekadar pelestarian budaya, tetapi juga membuka potensi ekonomi melalui sektor pariwisata berbasis budaya.

Kecamatan Sebulu dikenal sebagai wilayah yang masih memegang erat kearifan lokal. Dengan ritus adat, kerajinan tangan, dan rumah adat yang tetap terjaga, budaya leluhur masih hidup di tengah modernisasi.

Oleh karena itu, Edy menegaskan bahwa cita-cita membentuk desa budaya akan sia-sia jika hanya sebatas simbolisme tanpa diiringi dengan aktivitas kebudayaan yang nyata dan berkelanjutan.

Sebagai informasi tambahan, Mecaq Undat yang digelar warga Desa Lekaq Kidau adalah sebuah ritual syukuran hasil panen yang diwariskan oleh leluhur mereka. Sebagian besar masyarakat desa ini berasal dari Suku Dayak Kenyah Lepoq Bem.

Desa Lekaq Kidau didirikan pada tahun 1998, setelah 87 Kepala Keluarga dari Long Les pindah dan menetap di wilayah ini. Sebagian besar warga berprofesi sebagai petani.

Dalam tradisi Mecaq Undat, masyarakat menyisihkan sebagian hasil panen untuk upacara ini, yang tidak hanya sebagai perayaan tetapi juga sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur dan alam yang memberikan hasil bumi. (adv/mat)