Berita Terbaru

Kukar Perangi Sampah Plastik: Tiga Tahun Komitmen Nyata DPU Kukar Akan Benahi Kawasan Pujasera Tenggarong DPMD Kukar Jamin Transparansi dan Profesionalisme Rekrutmen Perangkat Desa

TENGGARONG-Di ujung hari yang menjelang senja, di Desa Loleng, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara, terhampar kisah tentang tali temali ekonomi dan harapan yang terjalin rapat. Kepala Desa Loleng, Rafi’i, menceritakan aliran rezeki yang mengalir dari tanah yang dipercayakan kepada PT PT Prima Mitrajaya Mandiri (PMM) Group Evans, perusahaan besar swasta asal Inggris yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) di sana. Seperti tarian rintik hujan yang menyejukkan tanah kering, pembayaran bulanan dari plasma mengalir lancar, membawa sejuta harapan bagi warga desa dengan nominal Rp 600.000 per kepala keluarga.

HGU PT PMM membentang luas, dari Kecamatan Kota Bangun hingga perbatasan Muara Kaman, menjalar seperti urat nadi yang menghidupi masyarakat sekitarnya. Tahun 2025 menjadi saksi bisu dari langkah tegas Koperasi Desa Loleng yang telah menyelesaikan Rencana Anggaran Tahunannya. Sebuah tanda kesiapan menghadapi masa depan yang belum tertebak. “Tahun depan, suara demokrasi akan bergema kembali dengan dilaksanakannya pemilihan pengurus baru koperasi desa,” tegas Rafi’i.

Namun, di balik gemerlap harapan, terdapat seutas pertanyaan yang belum terjawab. Koperasi Merah Putih, sebuah program dari Kementrian Koperasi, masih menjadi misteri bagi Kepala Desa Loleng. “Belum ada sosialisasi,” ujarnya, suara yang mengungkapkan sebuah keinginan akan informasi yang jelas. Sebuah keinginan akan jembatan penghubung antara program pemerintah dan realita di lapangan.

Dilansir dari informasi resmi, Koperasi Desa Merah Putih adalah lembaga ekonomi yang beranggotakan masyarakat desa. Koperasi ini dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui prinsip gotong royong, kekeluargaan, dan partisipasi bersama. Jenis usaha yang dapat dijalankan meliputi: Outlet gerai sembako Apotek desa/kelurahan Kantor koperasi.

Di desa Loleng, cerita tentang ekonomi dan harapan terus berputar, seperti roda yang tak pernah henti berputar. Semoga tahun-tahun mendatang akan membawa lebih banyak kejelasan dan kesejahteraan bagi warga Desa Loleng. Semoga tali temali harapan ini akan terus terjalin kuat, membawa mereka menuju masa depan yang lebih cerah.

Sebagai informasi pola kemitraan PT PMM (plasma) memang menjadi salah satu pola yang diajukan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit. Hasil kemitraan itu akhirnya, meningkatkan pendapatan petani, lantaran hasil kebun meningkat, kualitas buah melonjak.

Hampir 40 persen wilayah Desa Loleng di atas perkebunan besar swasta PT Prima Mitrajaya Mandiri (PMM). “Hak Guna Usaha (HGU) PT PMM di Desa Loleng ini hanya kebun tanaman sawitnya. Sementara pabrik CPO ada Desa Benua Puhun dan Rantau Hempang Kecamatan Muara Kaman,” ucapnya.

Kendati pabrik CPO perusahaan tersebut ada di Desa Loleng yang berbatasan dengan Muara Kaman namun peluang tenaga kerja Desa Loleng cukup banyak terserap di kebun inti PT PMM dan pabrik CPO nya. “Banyak juga warga desa ini yang kerja di kebun inti,” ujarnya.

Perputaran uang dari plasma PT PMM di Desa Loleng ini saja sekitar Rp 674 juta per bulannya (Rp 600 ribu x 1.124 rekening bank) penerima bagi hasil plasma.

Dari 1.124 rekening bank ini ada juga masyarakat yang tak berdomisili di desa ini namun bertempat tinggal  kecamatan dan kabupaten/kota lain, tercatat sekitar 800 hektar plasma PT PMM di Desa Loleng. “Warga tersebut tadinya pernah tinggal di desa ini dan memiliki tanah yang dijadikan plasma kebun sawit tersebut.” ujarnya. (adv)