
Kutai Kartanegara -PERSPEKTIF.INFO- Pemerintah Desa Perangat Baru, Kecamatan Marang Kayu, terus mengembangkan potensi lokal melalui sektor pertanian kopi, khususnya kopi luwak. Kini, hasil budidaya kopi di desa ini telah berhasil menembus pasar internasional dengan harga ekspor mencapai Rp5.000.000 per kilogram.
Kepala Desa Perangat Baru, Fitriari, menjelaskan bahwa peluncuran perdana produk kopi luwak dilakukan di Hotel Mercure Ibis, dan mendapat respons positif dari pembeli luar negeri.
“Kami meluncurkan produk kopi luwak di Hotel Mercure Ibis, dan harganya langsung tembus Rp5 juta per kilogram,” ujarnya, Rabu (28/4/2025).
Dengan lahan seluas 35 hektare, produksi kopi di desa ini tergolong produktif. Setiap pohon mampu menghasilkan hingga lima kilogram kopi per musim, dengan dua kali panen dalam setahun, yakni pada bulan Agustus dan Februari. Untuk pasar lokal, seperti di kawasan wisata Bukit Luar Bandrol, kopi luwak dijual dengan harga Rp4.250.000 per kilogram.
Saat ini, pengelolaan usaha kopi masih dilakukan oleh kelompok tani. Namun, Pemerintah Desa tengah mendorong agar pengelolaan beralih ke Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Desa (PAD) semakin maksimal.
“Kami ingin agar kopi ini dikelola secara profesional oleh BUMDes. Ini bukan sekadar usaha tani, tapi aset desa yang strategis,” jelas Fitriari.
Sebagai langkah jangka panjang, desa juga menerbitkan Peraturan Desa (Perdes) yang mewajibkan setiap kepala keluarga menanam minimal 10 pohon kopi. Hal ini ditujukan untuk menjaga ketersediaan pasokan seiring meningkatnya permintaan pasar, khususnya dari luar negeri.
Selain kopi luwak, Desa Perangat Baru juga membudidayakan varietas lain seperti Liberica, Red Honey, dan Natural, yang dijual dengan harga antara Rp800.000 hingga Rp900.000 per kilogram.
Upaya ini turut mendapat dukungan dari CSR Pertamina Hulu Kalimantan Timur, melalui program pelatihan, bantuan bibit, hingga penyediaan alat pertanian untuk warga.
Tidak hanya fokus pada produksi, desa ini juga mengembangkan wisata edukatif berbasis kopi. Pengunjung dapat belajar memanen kopi, menyeduh dengan teknik yang benar, hingga menjadi barista secara langsung.
“Kami ingin masyarakat melihat kopi bukan hanya sebagai komoditas desa, tetapi sebagai produk berkelas yang bisa mengangkat perekonomian bersama,” tutup Fitriari. Adv (RL)