
JAKARTA-Aroma kopi dan diskusi serius memenuhi ruang rapat Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (11/06/2025). Di sana, para pemangku kepentingan dari Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) kembali bertemu untuk membahas isu krusial: delineasi kawasan IKN yang berdampak langsung pada desa-desa dan kelurahan di wilayah perbatasan.
Pertemuan ini bukan yang pertama. Sebelumnya, dua rapat serupa telah digelar di Balikpapan dan Batuah. Namun, kali ini, tensi diskusi terasa lebih tinggi. OIKN menemukan fakta bahwa 20 desa/kelurahan di Kukar wilayah administrasinya “terpotong” oleh garis delineasi IKN. Sebuah situasi yang rumit dan membutuhkan solusi strategis. “Dalam rangka menyiapkan tata kelola yang baik di Ibu Kota Nusantara, perlu segera mengidentifikasi permasalahan dan menyusun langkah strategis penyelesaian isu strategis tersebut,” ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kukar, Arianto saat dikomfirmasi media ini dikantornya.
Lebih dari sekadar garis di peta, delineasi IKN menyentuh langsung identitas dan masa depan masyarakat Kukar. Arianto menjelaskan bahwa beberapa poin penting menjadi fokus pembahasan, mulai dari inventarisasi dampak administrasi wilayah desa/kelurahan yang terpotong, penyusunan langkah strategis penyelesaian isu, hingga pembentukan tim kerja.
“Kami akan berjuang semaksimal mungkin agar identitas desa-desa di Kukar tetap terjaga, meskipun sebagian wilayahnya masuk ke dalam kawasan IKN,” ucap Arianto, menegaskan komitmen untuk mempertahankan identitas lokal.
Pemerintah Daerah Kukar menegaskan bahwa penetapan wilayah delineasi perlu menjadi catatan perhatian, agar masyarakat di wilayah tersebut benar-benar mendapat pengurusan dari OIKN. “Sebagai Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, kami berpegang teguh pada Undang-Undang Ibu Kota Nusantara, baik UU Nomor 3 Tahun 2022 maupun perubahannya dalam UU Nomor 1 Tahun 2023, dalam setiap langkah yang kami ambil terkait delineasi wilayah dan dampaknya bagi masyarakat kami,” ujar Arianto.
Namun, di balik kepatuhan terhadap aturan, tersimpan kekhawatiran akan hilangnya identitas dan sejarah desa-desa di Kukar. Arianto mengungkapkan bahwa penamaan wilayah yang masuk dalam delineasi IKN sepenuhnya menjadi kewenangan OIKN. “Untuk penamaan wilayah itu dari pihak OIKN. Apakah masih disebut desa, kelurahan, atau bentuk lainnya itu menjadi kewenangan mereka,” ujarnya.
“Saat ini, kami masih menunggu kepastian dari OIKN mengenai status akhir desa-desa yang masuk dalam delineasi. Banyak hal yang masih abu-abu, dan kami berharap segera ada kejelasan,” – Arianto, menggambarkan situasi yang masih belum pasti.
Saat ini, diperkirakan 30 desa/kelurahan di Kukar akan “diambil” sepenuhnya oleh IKN. Wilayah-wilayah yang terdampak terutama berada di bagian Pesisir Hulu, seperti Kecamatan Samboja Barat dan Samboja Induk, yang seluruh desa dan kelurahannya (sebanyak 23) akan masuk ke IKN. Di Muara Jawa, dari 8 kelurahan, hanya 2 yang tetap berada di Kukar. Di Kecamatan Loa Janan, Desa Tani Harapan dipastikan masuk ke IKN, sementara Desa Batuah akan terbelah dua. “Kami berharap, jika ada wilayah atau aset masyarakat yang terdampak pembangunan IKN, kompensasi yang diberikan adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” harapnya.
Namun, ada secercah harapan bagi desa-desa seperti Jonggon Desa dan Sungai Payang di Kecamatan Loa Kulu. Meskipun sebagian wilayahnya diambil untuk IKN, namun karena berupa hutan tanpa penghuni, nama desanya tetap berada dalam wilayah administrasi Kukar.
Demikian juga dengan Kecamatan Muara Jawa, sebagian kecil wilayah Kelurahan di Muara Jawa masuk IKN, namun karena luasan wilayahnya tergolong kecil, Arianto berharap kawasan tersebut hanya wilayah saja yang masuk dan tidak mengubah administrasi.
“Jadi memang ada wilayah yang hanya sebagian diambil tanpa penduduk maupun pengaruh pada struktur administrasinya dan ada yang wilayah maupun penduduk masuk di IKN dan berpengaruh terhadap administrasinya,” tutup Arianto, menggambarkan dua sisi mata uang dari pembangunan IKN.
Di tengah pusaran pembangunan ibu kota baru, Kukar berjuang untuk mempertahankan identitas dan hak-hak masyarakatnya. Sebuah perjuangan yang tidak mudah, namun penuh dengan harapan dan tekad untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat Kukar. (adv)