Berita Terbaru

Transformasi Layanan Desa! DPMD Kukar Pastikan Posyandu All-in-One Terdaftar Resmi di Kemendagri Anggaran Kembali “Normalalisasi” DPMD Kukar Gelar Lomba TTG 2025: Siap Cetak Inovator Desa Lewat Penilaian Terbuka PT Kutai Agro Jaya Sebut Lahan 305 Hektare Lahan di Kutai Kartanegara Dibeli Secara Sah
Plt Kepala bidang Pembinaan SMP disdikbud kukar, Emy Rosana Saleh, saat berbagi pandangan tentang pentingnya transformasi digital di dunia pendidikan. Ia menekankan bahwa teknologi hanyalah alat, sementara esensinya tetap pada manusia yang belajar dan mengajar dengan hati.

TENGGARONG — Di sebuah ruang kelas di Kutai Kartanegara, suara ketikan di papan ketik pelan-pelan menggantikan derit kapur di papan tulis. Di hadapan layar laptop, para siswa kini belajar mengenali logika, algoritma, dan cara berpikir sistematis — sesuatu yang mungkin belum terbayangkan di ruang belajar beberapa tahun silam.
Perlahan, sekolah-sekolah di Kukar mulai mengenal istilah yang dulu terasa jauh dari ruang belajar: kecerdasan buatan (AI), robotik, dan pembelajaran mendalam (deep learning).
Tak kurang dari 38 sekolah menengah pertama (SMP) kini tengah menapaki jejak baru itu — menjadi perintis program digital yang digagas Kementerian Pendidikan.

“Anak-anak sekarang harus belajar memahami dunia digital, bukan hanya menggunakannya,” kata Emy Rosana Saleh, Pelaksana Tugas Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kukar.
Baginya, program ini bukan proyek semata, melainkan pergeseran budaya belajar.

Para guru yang dulu akrab dengan kapur dan papan tulis kini mengikuti pelatihan di Balikpapan. Mereka belajar mengenal algoritma, kecerdasan buatan, hingga cara mengajar yang lebih dialogis dan kreatif.
“Yang berubah bukan hanya alatnya, tapi cara kita mendampingi anak-anak memahami dunia,” tutur Emy pelan.

Perubahan itu memang tidak terjadi serentak. Masih banyak sekolah yang menunggu giliran. Namun, Emy yakin, dari 38 sekolah pionir ini akan lahir gelombang kecil yang terus membesar — membawa semangat baru di ruang-ruang kelas Kukar.

Program ini menempatkan teknologi bukan sebagai tujuan, tetapi sebagai jembatan: jembatan antara rasa ingin tahu anak dengan masa depan yang menuntut mereka berpikir lebih kritis dan adaptif.

“AI dan coding bukan soal mesin,” ujar Emy, “tapi soal manusia yang siap menghadapi masa depan.”

Dan di balik layar komputer di sudut-sudut sekolah Kukar itu, masa depan itu kini mulai diketik — satu baris kode, satu mimpi kecil, satu perubahan nyata pada cara anak-anak belajar tentang dunia. (adv)