Berita Terbaru

Transformasi Layanan Desa! DPMD Kukar Pastikan Posyandu All-in-One Terdaftar Resmi di Kemendagri Anggaran Kembali “Normalalisasi” DPMD Kukar Gelar Lomba TTG 2025: Siap Cetak Inovator Desa Lewat Penilaian Terbuka PT Kutai Agro Jaya Sebut Lahan 305 Hektare Lahan di Kutai Kartanegara Dibeli Secara Sah
Plt Kabid SMP Disdikbud kukar, Emy Rosana Saleh, saat menjelaskan kebijakan jalur afirmasi yang kini diperkuat agar anak-anak dari keluarga miskin, yatim piatu, dan penyandand disabilitas tetap mendapatkan hak pendidikan tanpa hambatan.

Tenggarong — Setiap tahun, deretan seragam baru memenuhi etalase toko di pusat kota Tenggarong. Suara tawa anak-anak yang menunggu tahun ajaran baru terasa begitu hidup. Namun di sisi lain, di kampung-kampung dan pinggiran kota, ada pula anak-anak yang diam menatap kalender sekolah — bukan karena malas belajar, melainkan karena takut tak terdaftar.

Di antara mereka, ada yang yatim, ada pula yang hidup dalam keterbatasan ekonomi atau dengan disabilitas. Mereka memendam harapan yang sama: ingin tetap bersekolah. Tapi sering kali, harapan itu tersandung di meja administrasi.

Kisah-kisah seperti itulah yang kini coba dijawab oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Kartanegara. Melalui kebijakan jalur afirmasi, pemerintah berupaya memastikan bahwa tidak ada anak di Kukar yang tertinggal hanya karena persoalan teknis.

“Setiap anak punya hak yang sama untuk duduk di bangku sekolah, terlepas dari latar belakang keluarganya,” ujar Emy Rosana Saleh, Plt. Kepala Bidang SMP Disdikbud Kukar.

Ia menuturkan, tahun lalu masih ada beberapa kasus anak dari keluarga miskin yang salah memilih jalur pendaftaran. Mereka yang seharusnya berhak masuk lewat jalur afirmasi, justru mengikuti zonasi umum dan akhirnya tertolak.
“Bukan karena mereka tidak layak, tapi karena kurang informasi. Itu hal kecil yang dampaknya besar,” kata Emy perlahan.

Kini, pola kerja Disdikbud Kukar berubah total. Tak lagi menunggu, mereka menjemput lebih awal. Melalui kerja sama dengan sekolah dasar, data anak-anak penerima afirmasi dikumpulkan sejak awal tahun. Daftar nama itu kemudian dibagikan ke SMP tujuan agar sekolah lebih siap memfasilitasi.

Langkah ini membuat proses penerimaan siswa menjadi lebih hangat dan manusiawi. Sekolah kini tidak hanya menunggu pendaftar, tapi juga memastikan tidak ada satu pun anak dari kelompok rentan yang luput dari perhatian.

“Pendidikan itu bukan sekadar bangunan dan teknologi,” ujar Emy lagi.
“Nilai kehadiran negara justru terasa ketika ia melindungi mereka yang paling rentan.”

Dengan sistem baru ini, para orang tua pun merasa lebih tenang. Tak perlu lagi bingung soal jalur pendaftaran atau khawatir anaknya tertolak karena berkas. Semua sudah dipersiapkan dengan rapi — dari hulu ke hilir.

Jalur afirmasi kini menjadi semacam payung yang meneduhkan, melindungi anak-anak dari kemungkinan tertinggal.
“Harapan kami sederhana,” tutur Emy menutup percakapan, “tahun ini tidak ada lagi anak di Kukar yang kehilangan kesempatan sekolah hanya karena ia lahir dalam keterbatasan.” (adv)