
TENGGARONG — Di tengah derasnya arus globalisasi dan revolusi teknologi pendidikan, Kutai Kartanegara melangkah ke masa depan dengan langkah berani: melestarikan Bahasa Kutai lewat inovasi digital di ruang kelas.
Bertempat di Hotel Grand Fatma, Tenggarong, sebanyak 50 guru SMP dari berbagai kecamatan mengikuti Workshop Pengembangan Modul Ajar Bahasa Kutai Berbasis Kurikulum Merdeka, sebuah agenda kolaboratif yang digagas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar.
Kegiatan dua hari ini (16–17 Juli 2025) menjadi wadah kreatif bagi para pendidik untuk merancang modul ajar interaktif yang tak hanya memuat kosa kata dan tata bahasa, tapi juga menanamkan nilai budaya, cerita rakyat, dan ekspresi kehidupan masyarakat Kutai ke dalam pembelajaran digital.
“Kita ingin Bahasa Kutai tidak hanya diajarkan, tapi dihidupkan — lewat cara yang relevan dengan generasi sekarang,” ujar Nuraini, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Disdikbud Kukar, yang membuka kegiatan atas nama Plt Sekretaris Disdikbud Kukar, Joko Sampurno.
Dalam pelatihan ini, para guru tidak hanya mempelajari teknik penulisan modul, tetapi juga diajak mengintegrasikan media interaktif, QR learning card, dan kamus digital Bahasa Kutai hasil kolaborasi dengan Balai Bahasa Kaltim.
Setiap peserta ditantang menyiapkan draf modul ajar 75% siap pakai yang nantinya akan diuji di sekolah masing-masing sebelum diunggah ke platform pembelajaran daring milik Disdikbud Kukar.
Semangat kolaboratif terasa kuat. Meskipun jumlah peserta melebihi kuota, ruang pelatihan tetap menjadi arena ide yang hidup. Dialek Sebulu, Muara Muntai, hingga Kota Bangun saling bersahutan dalam sesi diskusi, membentuk harmoni linguistik yang memperkaya materi ajar.
Selain pengembangan modul, Disdikbud juga memperkenalkan prototipe aplikasi Bahasa Kutai, sebuah platform yang kelak memungkinkan guru dan siswa berinteraksi langsung dalam Bahasa Kutai — dari kosa kata, permainan edukatif, hingga cerita rakyat berbasis suara.
Langkah ini menandai perubahan arah pembelajaran bahasa daerah di Kukar: dari sekadar muatan lokal menjadi identitas digital yang hidup dan adaptif.
“Bahasa Kutai bukan masa lalu. Ia adalah jembatan menuju masa depan — dan pendidikan adalah pijakannya,” pungkas Nuraini. (adv)