
JONGGON JAYA – KUTAI KARTANEGARA — Harapan besar tengah tumbuh di Desa Jonggon Jaya, Kecamatan Loa Kulu. Warga menantikan Rumah Produksi Bersama (RPB) Jahe segera beroperasi penuh sebagai pusat hilirisasi produk pertanian yang dapat mengangkat nilai tambah komoditas lokal.
Kepala Desa Jonggon Jaya, Muhammad Kholil, menyampaikan bahwa seluruh sarana dan prasarana sudah tersedia, mulai dari gedung, mesin produksi, hingga alat pendukung lainnya. Namun proses pemanfaatannya masih menunggu serah terima resmi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
“Fasilitasnya sudah lengkap, tinggal pengelolaan yang harus ditetapkan. Kami berharap serah terima ini segera tuntas, karena warga sangat menunggu untuk bisa memanfaatkan RPB,” tegas Kholil.
Ia menambahkan bahwa semangat masyarakat dalam mengembangkan usaha jahe tetap menyala, meskipun tanpa dukungan fasilitas RPB secara penuh. Home industri berbasis jahe masih aktif berjalan. “Walau peralatan sederhana, produksi serbuk jahe tetap ada dan terus dipasarkan. Bahkan sudah dijual hingga keluar desa,” ujarnya.
Menurut Kholil, harga jahe saat ini sedang anjlok dan menekan pendapatan petani. Karena itu, ia berharap hadirnya RPB mampu memperkuat posisi tawar petani. “Kami butuh adanya kebijakan yang lebih tegas, terutama soal standar harga. Biaya produksi di Kaltim cukup tinggi, sementara jahe dari luar daerah terus masuk dan ikut mengatur harga di sini,” tuturnya.
Kholil yakin potensi jahe di Jonggon Jaya sangat besar jika didukung ekosistem industri yang kuat. “Permintaan jahe di Kalimantan Timur sebenarnya tinggi sekali. Kalau pemasarannya terbangun dengan baik, petani pasti makin percaya diri untuk menanam,” imbuhnya.
Di tempat terpisah, Plt Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kukar, Fathul Alamin, menyampaikan bahwa operasional RPB sebenarnya sudah berjalan secara bertahap melalui koperasi desa. “Produksi serbuk jahe sudah berjalan terus, meskipun masih skala kecil. Pemasaran pun sudah masuk Samarinda dan wilayah lain,” ucap Fathul.
Ia menjelaskan bahwa kendala utama saat ini hanya menunggu administrasi pengelolaan aset dari pemerintah pusat. “RPB ini dibangun menggunakan anggaran kementerian. Selanjutnya akan ada serah terima agar desa dapat mengelola secara optimal,” jelasnya.
Kholil menegaskan bahwa tujuan terbesar dari hadirnya RPB bukan hanya soal pengolahan jahe, tetapi menghidupkan ekonomi warga secara berkelanjutan. “Kami ingin masyarakat kembali bergairah bertani. Ketika ada fasilitas pengolahan, hasil panen tidak hanya menjadi produk mentah. Nilainya meningkat, ekonomi bergerak, dan desa pasti semakin maju,” tutupnya.
Dengan penuh optimisme, Jonggon Jaya melangkah menuju masa depan sebagai desa industri hortikultura yang mandiri—menjadikan jahe bukan sekadar tanaman, tetapi identitas baru bagi kemakmuran warganya. (adv)
