Berita Terbaru

“Saat Guru Menjadi Murid: Kukar Siapkan Transformasi Pembelajaran Dasar yang Lebih Bermakna” Transformasi Layanan Desa! DPMD Kukar Pastikan Posyandu All-in-One Terdaftar Resmi di Kemendagri Anggaran Kembali “Normalalisasi” DPMD Kukar Gelar Lomba TTG 2025: Siap Cetak Inovator Desa Lewat Penilaian Terbuka
Jam Nirum di simpang empat depan Masjid Jami’ Aji Amir Hasanuddin

TENGGARONG – Tepat di perempatan depan Masjid Jami’ Aji Amir, berdiri sebuah penanda waktu klasik yang akrab disebut Jam Nirum. Monumen peninggalan masa Sultan Aji Muhammad Sulaiman ini bukan sekadar jam tua, melainkan saksi sejarah kehidupan masyarakat Kutai Kartanegara (Kukar).

Pamong Budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar, M. Saidar, menceritakan, Jam Nirum dulu menjadi titik kumpul favorit warga.

“Kalau ada janji temu, biasanya bilangnya di Jam Nirum. Jadi bisa dibilang pusat pertemuan warga pada masanya,” ucapnya.

Lebih dari itu, jam ini juga berfungsi sebagai penanda waktu salat sebelum masjid menggunakan pengeras suara. Menariknya lagi, keberadaannya punya kaitan dengan peristiwa besar di Belanda, yakni pertunangan Ratu Juliana dengan Pangeran Bernhard. Dari situlah Jam Nirum hadir sebagai simbol modernitas kala itu.

Kini, kondisinya tidak seprima dahulu. Mesin jam kerap bermasalah akibat rembesan air hujan, walau sudah beberapa kali diganti. Pengecatan juga pernah dilakukan, tetapi sifatnya sebatas perawatan ringan.

“Karena statusnya cagar budaya, perbaikan harus melibatkan ahli agar nilai aslinya tetap terjaga,” jelas Saidar.

Ia menambahkan, Jam Nirum seharusnya bisa lebih dari sekadar monumen tua. Jika dirawat dengan serius, peninggalan bersejarah ini berpotensi menjadi sarana edukasi dan daya tarik wisata di Tenggarong.

“Harapannya, generasi muda Kukar melihat Jam Nirum bukan hanya sebagai jam tua, tapi juga bagian penting dari identitas budaya kita,” pungkasnya. (adv)