Berita Terbaru

“Saat Guru Menjadi Murid: Kukar Siapkan Transformasi Pembelajaran Dasar yang Lebih Bermakna” Transformasi Layanan Desa! DPMD Kukar Pastikan Posyandu All-in-One Terdaftar Resmi di Kemendagri Anggaran Kembali “Normalalisasi” DPMD Kukar Gelar Lomba TTG 2025: Siap Cetak Inovator Desa Lewat Penilaian Terbuka
Di tengah keterbatasan, semangat inklusi di Kutai Kartanegara terus menyala. Kepala Disdikbud Kukar, Thauhid Afrilian Noor, menegaskan: menolak Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah reguler adalah penolakan terhadap hak pendidikan.

TENGGARONG – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terus berupaya memperkuat kapasitas sekolah dalam menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) melalui program Bimbingan Teknis (Bimtek) Sekolah Inklusi.

Bimtek khusus jenjang SMP ini digelar di Hotel Grand Fatma, Tenggarong, pada Senin (29/9/2025).

Kepala Disdikbud Kukar, Thauhid Afrilian Noor, menegaskan bahwa setiap sekolah seharusnya siap menerima siswa inklusi dan tidak menolak anak dengan kebutuhan khusus.

“Kita tidak boleh menolak anak-anak istimewa. Ada yang bagi orang tuanya tidak pantas masuk SLB, tapi juga tidak sepenuhnya sama dengan siswa reguler. Karena itu dibutuhkan guru dan lingkungan sekolah yang siap,” ujarnya.

Meski begitu, Thauhid mengakui tidak semua sekolah memiliki tenaga pendidik dengan kompetensi khusus. Kondisi inilah yang sering membuat sekolah kesulitan menerima ABK.

“Penolakan biasanya bukan karena tidak mau, tapi karena belum ada guru inklusi. Tidak semua guru punya dasar untuk mendampingi anak-anak istimewa,” jelasnya.

Menurutnya, Bimtek inklusi menjadi langkah penting agar guru memperoleh pemahaman, keterampilan, sekaligus strategi dalam mendampingi ABK. Ia menekankan tujuan utama dari program ini adalah memastikan anak-anak tetap bisa melanjutkan pendidikan tanpa risiko putus sekolah.

“Harapan kami, semua sekolah nantinya bisa menerima siswa inklusi sehingga tidak ada lagi alasan anak-anak ini tidak melanjutkan sekolah,” tuturnya.

Selain kesiapan sekolah, Thauhid juga mengingatkan peran penting orang tua untuk lebih realistis dalam memilih sekolah bagi anaknya. Ia menyebut, ada kasus orang tua yang memaksa anaknya masuk sekolah reguler meski kondisi lebih tepat diarahkan ke Sekolah Luar Biasa (SLB).

“Sekolah reguler menangani banyak siswa, satu kelas bisa 32 orang. Kalau tidak ada guru khusus, tentu berat. Jadi orang tua perlu melihat kondisi anak. Kalau bisa ditangani guru inklusi, silakan di sekolah reguler,” paparnya.

Ia pun menegaskan perbedaan antara sekolah inklusi dan SLB. Pada sekolah inklusi, ABK tetap belajar di sekolah reguler bersama siswa lain, tetapi tetap mendapat perlakuan khusus sesuai kebutuhan.

“Inklusi berbeda dengan SLB. Anak belajar seperti biasa, padahal punya kebutuhan istimewa. Itu yang perlu guru khusus untuk mendampingi,” terang Thauhid.

Melalui pelatihan berkelanjutan ini, Thauhid berharap sekolah-sekolah di Kukar semakin siap melaksanakan pendidikan inklusi.

“Bimtek ini menjadi pencerahan bagi guru dalam menangani siswa inklusi, baik di SD maupun SMP. Kalau SLB kewenangan provinsi, tapi pendidikan inklusi tetap menjadi tanggung jawab kabupaten,” pungkasnya. (adv)