Berita Terbaru

“Saat Guru Menjadi Murid: Kukar Siapkan Transformasi Pembelajaran Dasar yang Lebih Bermakna” Transformasi Layanan Desa! DPMD Kukar Pastikan Posyandu All-in-One Terdaftar Resmi di Kemendagri Anggaran Kembali “Normalalisasi” DPMD Kukar Gelar Lomba TTG 2025: Siap Cetak Inovator Desa Lewat Penilaian Terbuka

Samarinda – Polemik penjualan seragam sekolah oleh pihak sekolah kembali mencuat di Kalimantan Timur. Namun di balik isu tersebut, LSM JAGA Rakyat Kaltim menilai persoalan yang lebih mendasar justru terletak pada tata kelola koperasi sekolah yang dinilai bermasalah dan sarat konflik kepentingan.

Sekretaris JAGA Rakyat Kaltim, Sapta Guspiani, menyatakan bahwa narasi publik selama ini terlalu menyederhanakan masalah hanya sebatas soal pelarangan penjualan seragam. Padahal, menurutnya, akar persoalan berada pada tata kelola koperasi di lingkungan sekolah, khususnya di SMA Negeri 10 Samarinda.

“Salah satu yang menjadi perhatian kami adalah kepengurusan Koperasi di SMA Negeri 10 Samarinda. Ketua koperasinya saat ini merangkap sebagai Plt. Kepala Sekolah. Ini jelas membuka ruang konflik kepentingan,” kata Sapta saat dikonfirmasi, Jumat (4/7/2025).

Tidak hanya soal rangkap jabatan, Sapta juga mengungkap dugaan praktik nepotisme dalam susunan pengurus koperasi. Ia menyebut, ada pengurus koperasi yang terdiri dari pasangan suami istri, masing-masing menjabat sebagai pengawas dan bendahara.

“Kalau tidak segera ditertibkan, koperasi sekolah bisa berubah fungsi menjadi alat kekuasaan, bukan alat kesejahteraan anggota,” tegasnya.

Diduga Abaikan Rekomendasi Inspektorat

JAGA Rakyat Kaltim juga mengklaim telah menerima informasi bahwa masalah dalam koperasi tersebut sudah menjadi perhatian Inspektorat. Salah satu rekomendasi dari lembaga pengawasan itu, kata Sapta, adalah agar pengurus koperasi tidak berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), untuk menghindari benturan kepentingan. Namun hingga kini, rekomendasi tersebut belum ditindaklanjuti.

“Kami nilai pengurus koperasi tidak cakap dalam menjalankan tugas. Saat diminta menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis, tidak diberikan. Bahkan ketika dipanggil dalam rapat klarifikasi, juga tidak hadir,” ungkapnya.

Sapta juga membantah pernyataan Ketua Koperasi yang sebelumnya diberitakan oleh salah satu media daring, yang menyebut tidak pernah diajak berdiskusi.

“Itu tidak benar. Kami punya bukti komunikasi via WhatsApp yang menunjukkan Kepala Sekolah sudah memberikan teguran. Permintaan laporan tertulis diabaikan. Pemanggilan rapat juga tidak direspons,” ujar Sapta.

Keanggotaan Diduga Langgar AD/ART

Masalah lainnya yang disorot adalah mekanisme keanggotaan koperasi. Sapta menyebut keanggotaan di koperasi sekolah tersebut cenderung bersifat tetap, bahkan mencakup guru dan staf yang sudah pensiun atau pindah tugas.

“Ini bertentangan dengan prinsip koperasi yang mengatur bahwa keanggotaan harus bersifat aktif dan sukarela. Bila seseorang sudah tidak lagi berada dalam lingkungan kerja, maka keanggotaannya seharusnya berakhir,” ujarnya.

Desakan Penataan Ulang Koperasi Sekolah

Atas berbagai temuan tersebut, JAGA Rakyat Kaltim mendesak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim serta lembaga pengawasan terkait agar tidak hanya fokus pada larangan penjualan seragam. Lebih penting, kata Sapta, adalah melakukan penataan koperasi sekolah agar kembali pada fungsi utamanya.

“Kami mendorong agar persoalan ini tidak disimpan di bawah meja. Jika dibiarkan, koperasi bisa menjadi celah penyelewengan di sektor pendidikan,” tutupnya. (*)