
TENGGARONG – Memasuki puncak musim kemarau, ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Kutai Kartanegara kembali kritis. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kukar mengingatkan keras masyarakat agar meninggalkan praktik pembakaran lahan. Sekretaris DLHK Kukar, Taupiq, menegaskan bahwa di tengah kondisi hutan yang kering dan rawan, praktik pembakaran yang dianggap praktis justru akan memicu kerugian kolektif yang tak terhitung nilainya.
Menurut Taupiq, kemarau panjang sejak Juli telah membuat semak dan lahan gambut di Kukar mengering, menciptakan situasi yang sangat rawan. Meskipun ada pengecualian terbatas dalam peraturan, membakar lahan tanpa kendali sama saja mengundang bencana besar yang sulit dipadamkan.
“Kalau sudah begitu, kerugian sosial dan ekonomi sangat besar,” ujar Taupiq pada Selasa (30/9/2025).
Kerugian tersebut tidak terbatas pada ekosistem yang hancur. Asap pekat yang ditimbulkan dapat merusak kualitas udara, mengganggu transportasi darat dan udara, bahkan menimbulkan masalah kesehatan serius bagi anak-anak dan lansia. DLHK Kukar menekankan bahwa biaya pencegahan jauh lebih rendah dibandingkan biaya penanganan dan pemulihan.
“Mencegah kebakaran jauh lebih penting ketimbang hanya memadamkan,” katanya, menyerukan kesadaran kolektif.
Guna menekan potensi api meluas, DLHK bersama BPBD, TNI, dan Polri telah membentuk tim terpadu yang aktif berpatroli di titik-titik rawan. Namun, pemerintah daerah juga mendorong warga untuk segera beralih ke metode pembukaan lahan yang lebih ramah lingkungan.
“Butuh kesadaran bersama. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri tanpa dukungan masyarakat,” tutup Taupiq, menjadikan sinergi sebagai kunci utama menekan ancaman Karhutla demi kelestarian lingkungan dan keselamatan generasi mendatang. (adv)