
TENGGARONG – Dari ujung pesisir hingga dataran tinggi Kutai Kartanegara, ruang-ruang belajar menjadi saksi kecil perjuangan pendidikan. Di beberapa sekolah dasar, satu kelas bisa menampung dua rombongan belajar berbeda, bergantian antara pagi dan siang. Satu papan tulis, dua waktu belajar—sebuah simbol dari semangat yang tak pernah padam meski ruangnya terbatas.
Kondisi seperti itu menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Kartanegara). Bagi mereka, pembangunan pendidikan tak cukup dengan teknologi dan kurikulum baru. Yang paling mendasar adalah memastikan setiap anak memiliki tempat belajar yang layak, aman, dan manusiawi.
Al Adawiyah, Kepala Seksi Pengembangan Sarana dan Prasarana SD Disdikbud Kukar, menuturkan bahwa kekurangan ruang kelas masih menjadi tantangan utama di lapangan.
“Banyak sekolah harus berbagi jadwal karena ruang yang terbatas. Kami terus berupaya agar situasi ini bisa diatasi secara bertahap,” ujarnya.
Tahun 2025 menjadi momentum untuk mempercepat perbaikan itu. Melalui program pembangunan dan rehabilitasi sarana prasarana, Disdikbud Kukar memprogramkan sekolah-sekolah di 20 kecamatan, terutama yang masih menggunakan bangunan lama. Sebagian akan mendapat ruang tambahan, sebagian lainnya direhab total agar lebih aman digunakan.
Meski dunia pendidikan kini bergerak cepat menuju era digital, Disdikbud Kukar memilih langkah bijak: memperkuat fondasi terlebih dahulu. Wiwik — sapaan akrab Al Adawiyah — menegaskan bahwa digitalisasi tetap penting, namun tidak boleh melupakan hal paling dasar: ruang belajar yang memadai.
“Teknologi itu pelengkap, bukan pengganti. Anak-anak tetap butuh ruang fisik yang nyaman untuk tumbuh dan berinteraksi,” jelasnya.
Program distribusi Chromebook untuk siswa kelas 4 hingga 6 telah hampir tuntas. Inisiatif ini dijalankan sejak 2020 lewat DAK dan kini diteruskan melalui APBD Kukar. Namun, Wiwik menekankan bahwa program semacam ini harus berjalan beriringan dengan pembangunan infrastruktur dasar.
Kendala juga masih dihadapi pada jaringan internet di wilayah pedalaman seperti Tabang dan sekitarnya. Di sana, semangat guru dan murid kadang melampaui keterbatasan sinyal.
“Kami bekerja sama dengan Diskominfo agar konektivitas bisa terus diperluas. Tapi fokus utama kami tetap memastikan setiap anak punya ruang belajar yang pantas,” tambahnya.
Bagi Disdikbud Kukar, keberhasilan pendidikan bukan hanya diukur dari capaian akademik atau perangkat digital yang canggih, tetapi dari rasa aman dan kebersamaan yang tumbuh di ruang kelas. Setiap dinding yang direhabilitasi, setiap ruang baru yang dibangun, adalah bentuk nyata dari komitmen pemerintah daerah untuk menata masa depan generasi muda.
“Kami ingin semua anak di Kukar merasakan pendidikan yang adil dan merata. Tidak ada lagi sekolah yang kekurangan ruang atau bergantian jam belajar,” tutur Wiwik.
Pendidikan di Kutai Kartanegara sedang berjalan menuju keseimbangan baru — antara kemajuan teknologi dan kebutuhan manusiawi. Dari papan tulis kayu hingga layar digital, semua berpangkal pada satu tujuan: memastikan setiap anak punya tempat yang layak untuk bermimpi. (adv)