Berita Terbaru

Perjuangan Haikal Pasca-Amputasi: Santri Ponpes Al Khoziny Itu Jalani Pemulihan Menunjang Kinerja Pemda, Satpol PP Kukar Dilatih Kombinasikan Ketegasan dan Negosiasi Massa “Dari Tenggarong ke Nusantara: Kukar Siapkan Arah Baru Pembangunan Berkelanjutan”
Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud kukar, Puji Utomo, saat memaparkan komitmen pemerintah daerah dalam menjaga kesinambungan warisan seni dan budaya di Kutai Kartanegara.

TENGGARONG — Di jantung Kalimantan Timur, Kutai Kartanegara tidak hanya dikenal karena kekayaan alam dan sejarah kerajaannya, tetapi juga karena napas budayanya yang hidup di setiap penjuru. Dari pesisir hingga pedalaman, dari gambus Kutai hingga gong Dayak Kenyah, semua berpadu menjadi satu harmoni menjadikan Kukar bukan sekadar daerah, melainkan panggung besar kebudayaan Nusantara.

Di tengah arus globalisasi yang serba cepat, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kukar tampil sebagai garda depan dalam upaya melestarikan warisan leluhur dan merangkainya dengan semangat zaman baru.

“Kukar adalah rumah bagi banyak identitas. Tapi di balik semua itu, fondasinya tetap satu budaya Kutai sebagai jiwa yang mempersatukan,” ujar Puji Utomo, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kukar, dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).

Langkah nyata pelestarian dilakukan melalui program pembinaan seniman daerah, penguatan komunitas budaya lintas etnik, serta pemberdayaan maestro seni tradisional. Di Kukar, para pelaku seni tidak hanya tampil sebagai penghibur, tetapi juga penjaga nilai dan sejarah yang hidup dalam karya.

Salah satu contohnya adalah maestro tari gong Dayak Kenyah, seorang perempuan berusia 74 tahun yang masih aktif tampil di wilayah Sampung. Dengan langkah lembut dan irama gong yang dalam, ia menjadi simbol abadi dedikasi tanpa batas.

“Beliau membuktikan bahwa seni tak mengenal usia. Dedikasinya menginspirasi banyak generasi muda,” tutur Puji.

Kukar kini berkembang menjadi laboratorium budaya — tempat di mana tradisi tidak dibekukan, melainkan dikembangkan agar tetap relevan. Dalam satu festival, penonton bisa menyaksikan tari Jepen Kutai berdampingan dengan musik gambus Arab Melayu, disusul tarian Dayak dan pentas Jawa klasik, semuanya berpadu dalam satu narasi kebersamaan.

Disdikbud Kukar pun terus membangun ruang kreatif bagi seniman muda untuk belajar langsung dari para maestro, sekaligus memperkenalkan pendekatan digital sebagai jembatan antara tradisi dan masa depan.

“Kita ingin generasi muda tidak hanya menonton budaya, tapi hidup di dalamnya. Mereka harus menjadi bagian dari kesinambungan itu,” tambah Puji dengan optimistis.

Kini, di setiap denting alat musik tradisional dan setiap gerakan tarian adat, tersimpan pesan yang lebih besar bahwa Kutai Kartanegara adalah potret kecil Indonesia yang mampu merawat keragaman tanpa kehilangan akar.

Dari Sabintulung hingga Tenggarong, dari rumah panggung Dayak hingga istana Kedaton, semangat yang sama terus berkumandang: melestarikan, bukan sekadar mengenang. (adv)