Berita Terbaru

Delapan Warga Ditetapkan Tersangka, Pengacara Gunawan Turun Tangan secara Sukarela Digitalisasi Pelayanan Publik Permudah Urusan Administrasi Warga Loa Ulung Embung Muhuran Mulai Hasilkan Panen Melimpah, “Kami” Terkejut Ikan Mengumpul Ber-ton-ton
Taman Gubang menjadi salah satu ikon wisata di Desa Loa Ulung, Kecamatan Tenggarong Seberang. Dikembangkan secara mandiri oleh masyarakat setempat, taman ini menawarkan ruang terbuka hijau yang asri untuk rekreasi keluarga, olahraga ringan, dan bersantai.

TENGGARONG SEBERANG — Di tengah keterbatasan legalitas lahan, Desa Loa Ulung, Kecamatan Tenggarong Seberang, terus bergerak maju mengembangkan sektor wisata berbasis komunitas. Tanpa dukungan aset resmi, masyarakat tetap mengelola destinasi desa secara mandiri hingga mampu menarik wisatawan dari berbagai daerah.

Kepala Desa Loa Ulung, Hermi Kuaria, menjelaskan bahwa destinasi utama desa—sebuah danau bekas galian batu bara—hingga kini masih belum memiliki status hibah resmi dari perusahaan pemilik lahan awal, PT Fajar Bumi Sakti. Meski demikian, kawasan tersebut telah lama dimanfaatkan warga setelah perusahaan tak lagi beroperasi di lokasi itu.

“Ada bekas kerukan (galian menjadi danau) mereka mengambil batu baranya, ada danaunya. Terus karena tidak digunakan lagi oleh PT Fajar Bumi Sakti, maka itu dikuasai oleh masyarakat,” ujarnya pada (20/11/2025)

Hermi menegaskan bahwa lahan tersebut memang sudah dibebaskan oleh perusahaan, tetapi belum ada dokumen hibah yang dapat memperkuat posisi desa dalam pengembangan wisata.
“Tidak, karena itu sudah dibebaskan oleh PT Fajar Bumi Sakti lahannya,” tegasnya.

Tanpa menunggu proses hibah, warga memilih bergerak. Kini setidaknya ada lima destinasi wisata yang tumbuh dari kreativitas masyarakat: Taman Gubang, Langit Timur, Dermaga Gadis, Bogenville, dan Taman Seri. Setiap lokasi memiliki karakter dan daya tarik sendiri, mulai dari wisata air hingga spot rekreasi keluarga.

Meski dikelola secara swadaya, destinasi-destinasi tersebut mampu mengundang pengunjung dari luar daerah. Bahkan, menurut Hermi, promosi terbesar datang dari wisatawan sendiri.
“Itulah senjata utamanya Desa Loa Ulung untuk mengenalkan desanya sehingga para tamu-tamu dari luar bisa kenal dengan Desa Loa Ulung,” katanya.

Walau perkembangan berjalan positif, Hermi mengakui bahwa desa tetap membutuhkan dukungan lebih kuat dari perusahaan dan pemerintah. Tanpa kepastian status lahan, pengelolaan wisata sulit ditingkatkan ke tahap yang lebih profesional, seperti pembentukan badan pengelola resmi atau pembangunan fasilitas permanen.

“Desa masih membutuhkan dukungan lebih kuat dari perusahaan maupun pemerintah. Kepastian status lahan menjadi salah satu kebutuhan mendesak agar pengelolaan bisa ditingkatkan ke level yang lebih profesional,” ujarnya.

Pemerintah desa berharap kolaborasi antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah daerah dapat segera terbangun. Menurut Hermi, potensi wisata Loa Ulung masih sangat besar dan bisa menjadi ikon wisata berbasis masyarakat di Kutai Kartanegara jika ditopang regulasi dan dukungan kelembagaan yang memadai.

Dengan semangat mandiri yang terus menyala, Loa Ulung kini berada pada titik penting: berkembang pesat dengan kemampuan sendiri, namun menanti legalitas agar dapat melangkah lebih jauh. (adv)