
TENGGARONG — Tradisi dan inovasi berpadu dalam Festival Nasi Bekepor VI Tahun 2025, yang digelar di halaman Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta), Senin (16/6/2025). Kegiatan yang digagas oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini kembali menegaskan bahwa budaya bukan hanya warisan masa lalu, melainkan juga ruang kolaboratif untuk membangun karakter dan kebersamaan lintas sektor.
Dengan semangat gotong royong, mahasiswa, akademisi, pemerintah daerah, dan masyarakat bahu-membahu menghadirkan festival kuliner khas Kutai yang sarat makna filosofi. Nasi bekepor—hidangan tradisional yang dimasak dengan kayu bakar dan disajikan dalam wadah kenceng—menjadi simbol kebersamaan serta rasa syukur masyarakat Kutai atas hasil bumi dan kehidupan yang harmonis.
Menurut Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kutai Kartanegara, Puji Utomo, kegiatan ini merupakan contoh nyata bagaimana budaya dapat menjadi jembatan antara dunia pendidikan dan masyarakat.
“Festival ini tidak hanya menampilkan kekayaan kuliner Kutai, tetapi juga menanamkan nilai sosial seperti gotong royong dan rasa memiliki terhadap budaya sendiri. Inilah bentuk pendidikan karakter yang sesungguhnya,” ujar Puji.
Puji menjelaskan bahwa nilai-nilai dalam filosofi nasi bekepor sejalan dengan upaya pemerintah daerah memperkuat pendidikan berbasis budaya. Karena itu, pihaknya berencana memperluas pelaksanaan festival dengan melibatkan sekolah, komunitas seni, tokoh adat, dan pelaku UMKM, agar kegiatan ini menjadi gerakan budaya yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kami ingin festival ini menjadi milik bersama. Tidak hanya ditonton, tapi dihidupkan dan diwariskan oleh seluruh lapisan masyarakat,” tambahnya.
Festival Nasi Bekepor VI juga menunjukkan bahwa sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dapat menjadi fondasi kuat dalam menjaga identitas lokal. Dalam suasana yang penuh semangat, mahasiswa tak hanya berkompetisi dalam menyajikan nasi bekepor terbaik, tetapi juga belajar tentang filosofi, sejarah, dan nilai gotong royong di balik tradisi tersebut.
Puji menegaskan bahwa pelestarian budaya tidak bisa dilakukan secara parsial. Ia harus melibatkan banyak pihak agar nilai-nilai luhur daerah terus hidup di tengah generasi muda.
“Budaya adalah identitas dan kekuatan kita. Ketika generasi muda mencintai budayanya, mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang berakar kuat dan siap menghadapi perubahan zaman,” tegasnya.
Dengan dukungan dari pemerintah daerah dan pihak kampus, Festival Nasi Bekepor VI kini tidak hanya menjadi ajang memperkenalkan kuliner khas Kutai, tetapi juga simbol kolaborasi, edukasi, dan inovasi budaya yang menjaga warisan leluhur tetap hidup di tengah masyarakat modern. (adv)
