Berita Terbaru

Kukar Ramah Investor Sawit: Penghargaan Jadi Bukti Nyata!  BUMDes Citra Sejahtera Lolos Seleksi BUMDes Terbaik Tingkat Provinsi Kaltim 2025 Kutai Kartanegara Siap Jadi Penyangga Pangan IKN
Jembatan Ing Martadipura yang menjadi ikon Desa Liang

Kota Bangun, Kutai Kartanegara – Di balik hamparan air yang kini menggenangi sebagian wilayahnya, Desa Liang, Kecamatan Kota Bangun, Kutai Kartanegara menyimpan kisah tentang hilangnya kejayaan swasembada beras. Desa yang pernah menjadi lumbung padi dan mengirimkan beras hingga ke Ethiopia (negara Afrika) pada tahun 1984, kini hanya tinggal kenangan.

Kepala Desa Liang, Rodiani, mengungkapkan bahwa sekitar tahun 1980, Desa Liang memiliki sekitar 100 hektar sawah padi. Namun, kini hamparan sawah tersebut telah lenyap (lahan tidur), dan panen padi terakhir di Desa Liang terjadi sekitar tahun 2015.

“Dulu, kalau dilihat dari belakang kantor desa ini, sawahnya sepanjang mata memandang. Saking luasnya percetakan sawah pada tahun 1980-an,” kenang Rodiani saat dikonfirmasi pada 1 September 2025.

Perubahan Iklim: Penyebab Utama Hilangnya Sawah

Rodiani menjelaskan, berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan lahan sawah di Desa Liang. Pada tahun 2005, pihaknya bahkan mendatangkan peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membuat perencanaan buka tutup pintu air sungai (pembangunan irigasi).

“Namun, ternyata bukan air sungai yang membuat sawah banjir, tapi airnya keluar dari tanah. Kawasan daerah ini berubah seperti tanah gambut,” terangnya.

Perubahan iklim juga menjadi faktor yang memperparah kondisi lahan sawah di Desa Liang. Sejak tahun 2015, wilayah ini sering dilanda banjir, bahkan rumah-rumah di Kota Bangun saat ini sudah dibangun tinggi-tinggi (dengan tiang pondasi ulin) karena pernah terendam banjir hingga 2 meter lebih.

“Saat ini saja kondisi cuaca tak jelas, harusnya bulan ini sudah memasuki musim kemarau, namun banjir dimana-mana seperti di Samarinda. Mungkin karena pengaruh perubahan iklim,” jelasnya.

Rodiani

Hilangnya lahan sawah di Desa Liang, berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Selain kehilangan sumber pangan utama, warga juga kehilangan mata pencaharian sebagai petani padi. “Dulu, sebagian besar warga Desa Liang adalah petani padi. Tapi sekarang, mereka harus mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup,” ujar Rodiani.

Meskipun menghadapi situasi yang sulit, warga Desa Liang tidak menyerah. Mereka terus berupaya mencari solusi untuk mengatasi masalah ini. Rodiani berharap pemerintah daerah dapat memberikan perhatian lebih terhadap kondisi lahan di Desa Liang dan membantu warga untuk mengembangkan alternatif mata pencaharian yang berkelanjutan.

“Kami berharap pemerintah dapat membantu kami untuk mengatasi masalah ini. Kami ingin Desa Liang kembali menjadi desa yang makmur dan sejahtera,” pungkas Rodiani dengan nada penuh harap. (adv)