
TENGGARONG– Pesta Adat Erau di Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur resmi dibuka pada Minggu, 21 September 2025.
Perayaan budaya yang telah berakar sejak berabad-abad ini kembali menghadirkan rangkaian upacara adat, pertunjukan kesenian rakyat, hingga atraksi budaya yang menjadi magnet bagi masyarakat luas maupun wisatawan.
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, hadir dalam pembukaan pesta adat tersebut. Ia menegaskan bahwa keberlangsungan Erau bukan sekadar agenda rutin, melainkan refleksi perjalanan panjang sejarah dan identitas masyarakat Kutai.
“Bapak, ibu, serta seluruh lapisan masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian tradisi yang kita warisi dari leluhur,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Widiyanti mengingatkan kembali posisi Kutai Kartanegara sebagai pusat peradaban tertua di Kalimantan Timur yang memiliki keterkaitan erat dengan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Menurut dia, pesta adat ini merepresentasikan hubungan sejarah yang kokoh antara masyarakat dengan warisan kerajaan. Ia juga menyebutkan, keberadaan sepuluh event unggulan daerah termasuk Festival Erau berpotensi besar mendongkrak pariwisata budaya, baik untuk wisatawan domestik maupun mancanegara.
Selain melestarikan budaya, lanjutnya, pelaksanaan Erau juga berdampak pada pergerakan ekonomi masyarakat. Keterlibatan para budayawan, seniman, hingga pelaku usaha lokal dinilai membuka ruang manfaat yang lebih luas.
“Melalui Festival Erau, kita tidak hanya merayakan budaya, tetapi juga merawat identitas dan kebanggaan bersama. Mari kita terus jaga warisan leluhur agar tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari budaya Nusantara,” tambahnya.
Secara historis, Erau memiliki kedudukan istimewa dalam kehidupan masyarakat Kutai. Istilah “Erau” yang berasal dari bahasa Kutai, juga dikenal dengan sebutan “Eroh,” mengandung makna keramaian, pesta, dan sukacita.
Tradisi ini pada mulanya dilaksanakan Kesultanan Kutai untuk menandai peristiwa penting, salah satunya ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti, pendiri sekaligus raja pertama Kutai Kartanegara berusia lima tahun. Kala itu, digelar upacara tijak tanah dan mandi ke tepian.
Ritual Erau kemudian terus diwariskan, terutama pada momen penobatan raja. Sejak Aji Batara Agung Dewa Sakti naik takhta pada awal abad ke-14, upacara adat ini menjadi penanda pergantian kekuasaan di Kutai Kartanegara.
Walau kerajaan tidak lagi memegang peran politik, Kesultanan Kutai tetap menjaga relevansinya dalam melestarikan tradisi. Kini, pesta adat Erau telah berkembang menjadi perayaan tahunan yang diikuti masyarakat luas dengan dukungan penuh pemerintah daerah.
Dalam kesempatan itu, Menpar Widiyanti juga menekankan bahwa pelestarian tradisi seperti Erau berperan besar dalam memperkuat identitas bangsa di tengah derasnya arus modernisasi.
“Kita tidak boleh membiarkan warisan ini tergerus oleh zaman. Justru sebaliknya, kita perlu memberi ruang agar tradisi seperti Erau bisa dikenal lebih luas, tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga dunia internasional,” katanya.
Suasana pembukaan pesta adat di Tenggarong berlangsung semarak. Berbagai ritual adat, pertunjukan seni rakyat, dan atraksi budaya digelar secara meriah dan disaksikan langsung oleh ribuan warga, wisatawan, serta para tamu undangan, termasuk kerabat Kesultanan dan pejabat daerah. (adv)
